Tags

Tunjangan Hari Raya

 

Mumpung masih bulan Syawal, saya mau minta maaf dulu nih. Mohon dimaafkan ya, jika ada tulisan saya yang sekiranya menyinggung perasaanmu. Jikalaupun ada, boleh banget untuk ditegur. Semoga amalan selama Ramadhan diterima oleh Allah, serta kita tetap istiqomah dalam menjalankan ibadah yang sudah kita rutinkan saat Ramadhan kemarin. Semoga kengkawan sehat selalu jiwa dan raganya, hidup berkah, rejeki mengalir deras dan tetap slay 😌.


Ngomong-ngomong soal Tunjangan Hari Raya, kapan pertama kali kalian dapet THR? Kalau saya, ketika kerja. Hahahahaahahaha. Waktu kecil saya nggak pernah dapat THR seperti anak kecil pada umumnya. Bahkan saya baru tahu istilah THR ketika saya sudah SMP. Karena memang di keluarga saya tidak ada tradisi pembagian THR. 


Dulu ketika saya SMP, teman-teman saya pada asyik ngobrolin tentang perolehan THR mereka. Saya sih cuma diam saja, karena memang nggak dapat THR. Arap maklum, kita mah anak desa mana ada tradisi seperti itu, saat itu. Hahaha. Lalu pas di rumah, saya rikues ke bapak saya biar dapat THR saat lebaran. Tapi bapak saya diam saja. Lalu ketika lebaran tiba, saya menagih THR ke bapak saya. Tapi bapak saya menolak untuk memberikan THR. Karena katanya ya tidak ada itu THR-THR an. Tentu saya sedih karena nggak dapat THR 🤣. Tapi ya sudahlah. Meski jengkel, saya terima saja.


Setelah dewasa, saya jadi mengerti bahwa bapak saya nggak mau ngasi THR biar anaknya nggak punya mental minta-minta. Selain itu juga biar nggak banyak berharap ke siapapun untuk di kasih THR saat lebaran. 


Bapak dan adek saya, tiap lebaran selalu ditagih THR oleh sepupu-sepupu saya yang masih cimit. Bahkan mereka sampe merogoh kantong buat nyari duit THR an. Disawang-sawang kok ganggu ya. Tapi bapak dan adek saya jelas nggak akan pernah mau ngasi. Bukan karena mereka pelit, tapi mereka tetap pada prinsip yang sudah saya sampaikan sebelumnya. Lagipula, bapak atau kadang adek saya kalau habis dari luar kota, selalu bawain oleh-oleh buat mereka. Tapi kalo soal THR, bapak saya tetap NO. 


Mungkin beberapa orang akan merespon, “Apa susahnya sih ngasi cuma 5000 doang? Daripada dia kayak gitu lho. Sampai merogoh kantong segala. Emang nggak kasihan apa ya?” Ya, justru lebih kasihan kalau dia punya mental minta-minta gitu. Kan nggak etis ya kalo minta tapi maksa. Disini saya jadi belajar juga agar jangan pernah menyuruh anak untuk menemui seseorang buat minta THR. Atau jangan membuat anak berharap agar dapat THR tiap lebaran dari siapapun itu. Kalau dikasih, ya diambil. Kalau nggak dikasih, jangan minta apalagi memaksa. Dikasih ya, alhamdulillah. Nggak dikasih, bukan masalah. 


Ketika sudah menikah, saya ceritakan hal ini kepada Dana bahwa di keluarga kami tidak ada bagi-bagi THR. Kami juga sepakat dengan prinsipnya bapak. Sehingga kami mengadopsinya bahwa kami nggak memperkenalkan THR ke Hening. Kami juga nggak bagi-bagi THR ke siapapun. Bukan karena kami pelit, tapi mohon maaf, tiket pulang ke Lombok lebih penting, mana mahal pula 🤣🙏. 


Namun bukan berarti saat ada yang ngasi Hening THR akan ditolak. Ya, tetap diterima. Tapi kami berusaha merespon dengan biasa saja. Biar Hening juga melihat amplop THR dengan biasa saja dan nggak ngarep THR tiap lebaran tiba. Saya juga nggak mau ngajarin Hening buat minta THR ke om nya, misalnya. Atau ikut ayah menemui tamu biar dapat THR. Hihi. Karena saya berharap agar saat momen lebaran, ketemu sanak saudara yang lebih bikin excited daripada nerima THR.


Lha wong Hening kalo dikasi amplop THR nggak mau diambil kok. Dia diam saja dan nggak menoleh 🤣. Akhirnya salah satu dari kami mewakilkan untuk menerima amplop lalu dikasihkan ke Hening. Lalu Hening ngasi amplop itu ke saya. Katanya, “buat ibu aja.” 🤣🤣


Eits, tiap amplopnya yang didapat Hening nggak pernah jadi investasi bodong dong! Biasanya saya tanya ke Hening, uangnya mau dipake buat apa? Kalo dia bingung, saya tawarkan solusi. “Mau dicelengin aja ta?” Nanti dia sendiri yang masukkan ke celengan. Tapi untuk uang nilainya besar, saya masukkan ke rekening tabungan yang sudah saya bikinkan untuk Hening. Atau kadang uangnya dibelikan buku Hening. Karena bagaimanapun amplop lebaran yang dikasi orang sudah jadi hak si anak. Maka memang sebaiknya diperuntukkan buat si anak.


Apakah Hening dapat THR dari kakek neneknya? 


Ya, Hening pernah dapat THR sekali dari mbahbuk nya, ibu mertua saya. Tapi kesalahan banget dikasihnya bukan pake amplop. Melainkan dompet kecil. Alhasil itu uang 2 ribuan dipake buat mainaaaan. Dikate uang monopoli apa ya 🙄. Tentu saya ngasi tau Hening kalo uang itu sesuatu yang ada nilainya. Meski hanya 2 ribuan, tapi tetap punya nilai karena bisa dipakai untuk membeli sesuatu. Pernah saya tawarkan ke dia untuk pakai uang itu buat beli susu. Tapi dia menolak, katanya itu buat main dagang-dagangan 😩. Tapi akhirnya selembar demi selembar uang itu udah masuk celengan. Hahaha.


Kalau dari orang tua saya, tentu tidak ada THR. Tapi kalo Hening minta apa, pasti diturutin 🤣. Namun alhamdulillahnya Hening nggak pernah minta aneh-aneh, paling banter minta dibeliin buah atau kadang minta diajak main ke pantai 😂. 


Pada dasarnya saya nggak anti dengan pemberian THR. Liat orang-orang memberi THR dengan cara unik, saya juga ikut senang kok. Hanya saja saya memilih untuk tidak mengikuti tradisi ini saja. Karena bukan sebuah kewajiban tho? Memang betul kita perlu memberi hadiah kepada anak-anak, tapi caranya kan ada banyak ya. Nggak harus selalu berupa uang. Heuheu~


Kami juga nggak pernah berharap agar Hening dikasih THR. Nggak dikasihpun ya nggak masalah. Bukan kewajiban orang lain juga untuk memberikan, betul kan? Karena hubungan antar masyarakat kan bukan hubungan profesional-transaksional ya, seperti perusahaan dengan pegawainya 😂. Melainkan hubungan antar masyarakat adalah soal kasih sayang. Heuheu~


Tapi kalau dipikir-pikir kenapa pula kita pakai terminologi Tunjangan Hari Raya ya? Karena kata tunjangan sendiri secara harfiah adalah tambahan penghasilan diluar gaji pokok sebagai apresiasi dari perusahaan kepada pegawainya. Lha anak-anak yang dikasih amplop lebaran itu kan bukan pegawai. Maka nggak cocok juga kalau pakai terminologi THR, melainkan amplop lebaran 🤣.


Yah, tapi bagaimanapun cara kita melakukan merayakan idul fitri, yang penting esensi utama dari idul fitri itu. Mau ngasi amplop lebaran atau nggak. Mau bikin games atau nggak. Yang penting adalah kumpul bareng, bersilaturahmi, saling memaafkan dan tidak menyakiti. 


Okee~


Eh, tapi kalau bisa mah selebrasinya jangan berlebihan ya. Karena saudara-saudara kita di Gz sedang dalam kondisi yang amat sangat kesulitan. Jangan sampai kita terlena dengan euforia, sampai-sampai lupa dengan penderitaan mereka.

Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment